Minggu, 23 Mei 2021

Diskriminasi terhadap Perempuan Difabel oleh Rekan Kerja

“Aku sengaja lari duluan biar tidak dimintai tolong dia” kata A, laki-laki nondisabilitas, sambil berlari.

“Aku juga. Sudah minta jemput kayak bos. Ra sudi aku, “ sahut B, laki-laki, nondisabilitas, sambil berlari di samping B. Dan keduanya pun tertawa.

Sementara di belakang mereka, C, seorang perempuan dengan disabilitas fisik, menggunakan brace dan tongkat, berjalan tertatih dan berhati-hati sekali melewati paving berlumut yang sewaktu-waktu bisa menjatuhkannya dan mencederainya serta memperparah kedisabilitasannya.

Sebenarnya dia butuh bantuan, butuh pegangan. Namun ia ditinggalkan tanpa bantuan, karena dianggap sebagai beban dan merepotkan.

Sebenarnya tanpa sepengetahuan C, hal-hal lain terkait C kerap menjadi bahan candaan. Bahkan kedua rekan kerjanya itu kerap menggerutu di belakang C karena mobil dinas yang mereka tumpangi harus menjemput dan mengantar pulang C. “Wah kalau ada dia, bakal ada yang pindah ke belakang duduknya,” salah satu gerutuan mereka.

Padahal tidak setiap hari C minta dijemput. Dia hanya minta dijemput hanya saat kakinya terasa sangat nyeri karena Osteoarthritis (OA) yang dialaminya sebagai efek dari disabilitas pada kakinya, atau hanya jika perkiraan pekerjaan sampai malam yang notabene rawan bagi perempuan, apalagi perempuan difabel. Bahkan seringkali C diminta untuk tidak ikut rombongan yang kesemuanya laki-laki nondisabilitas, dengan alasan telat atau alasan lain yang dibuat-buat. Padahal ia punya hak yang sama dengan yang lain. Apalagi Si Bos pernah berpesan bahwa jika memang memerlukan untuk dijemput, maka mintalah untuk dijemput mobil dinas tidak apa-apa.

Kira-kira bagaimana perasaan C saat mengetahui percakapan-percakapan 2 rekan kerjanya itu? Marah, pasti. Sakit hati, tentu saja. Terlecehkan, terhina dan terendahkan martabatnya sebagai manusia.

Apa yang dialami C itu sudah dikategorikan diskriminasi atas dasar disabilitas. Diskriminasi menurut UU Nomor 8 Tahun 2016 adalah setiap pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.

sumber gambar: difabel.tempo.co/read/1166770/sebab-perempuan-disabilitas-rentan-mengalami-kekerasan-seksual

Dalam hal ini, C mengalami diskriminasi ganda, baik dia sebagai difabel maupun sebagai perempuan. Menganggap bantuan yang dibutuhkan difabel perempuan (perlakuan khusus) sebagai hal yang tidak penting dan merepotkan, serta ungkapan-ungkapan yang bernada melecehkan. Menjadikannya bahan candaan adalah sama saja dengan merendahkan harkat martabat sebagai manusia. Permintaan agar C tidak ikut serta dalam mobil adalah bentuk pengucilan. 

Kasus di atas hanyalah merupakan contoh yang menunjukkan bahwa di sekitar kita masih banyak orang-orang yang sama sekali tidak memiliki perspektif disabilitas dan perspektif perempuan. Akibatnya, diskriminasi-diskriminasi masih terus terjadi pada perempuan dengan disabilitas. Bahkan Pelakunya adalah termasuk orang-orang yang berpendidikan tinggi yang seharusnya paham, minimal tentang penghormatan harkat martabat manusia. Tapi yah orang kadang lebih senang untuk berpura-pura lupa untuk menghormati hak orang lain. Berpura-pura tidak melihat bahwa ada difabel yang memerlukan bantuan karena menganggap sebagai beban yang merepotkan. Berpura-pura tidak tahu bahwa setiap orang berhak untuk diperlakukan dengan baik, bukan dijadikan candaan. 

Padahal kalau mereka mengerti, setiap orang berpotensi untuk menjadi difabel. Atau setiap orang pada akhirnya bisa menjadi penyandang disabilitas. Misal karena faktor usia, kemudian menjadi kehilangan pendengaran atau penglihatan. Atau contoh lain, pagi masih memiliki sepasang kaki yang kuat dan bisa berlari, namun sorenya sudah menjadi difabel karena amputee kaki akibat kecelakaan saat naik motor atau menyetir mobil. Atau bisa juga terpeleset di kamar mandi lalu tiba-tiba stroke, tidak bisa menggerakkan anggota tubuh. Dua contoh terakhir bisa juga terjadi pada orang dengan usia yang muda atau produktif. Kalau sudah seperti itu baru deh sadar bahwa perlakuan khusus untuk difabel itu perlu.

Kembali pada  A dan B. Kira-kira kata-kata atau ungkapan apa yang pantas untuk 2 'kunyuk' itu?

 

Senin, 17 Mei 2021

Akomodasi Yang Layak Bagi Siswa Dengan Disabilitas

Akomodasi yang layak adalah salah satu poin penting yang harus ada dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif sendiri merupakan sistem pendidikan di mana siswa dengan disabilitas dapat bersekolah di sekolah reguler bersama dengan siswa lainnya tanpa diskriminatif.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, soal pendidikan inklusif ini diatur dengan Peraturan Gubernur DIY No 21/2013. Berdasar Peraturan Gubernur tersebut, definisi Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan peran kepada semua peserta didik dalam suatu iklim dan proses pembelajaran bersama tanpa membedakan latar belakang sosial, politik, ekonomi, etnik, agama/kepercayaan, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik maupun mental, sehingga sekolah merupakan miniatur masyarakat. Jadi bisa dikatakan bahwa pendidikan inklusif itu adalah pendidikan untuk semua.

Ada beberapa hal penting harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, antara lain adalah soal aksesibilitas dan akomodasi yang layak. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan  kesamaan kesempatan. Aksesibilitas ini bisa berupa aksesibilitas fisik (penyediaan ramp, lift, dll) dan nonfisik (informasi yang aksesibel).

sumber gambar: siedoo.com/berita-14360-ombudsman-ungkap-persoalan-pendidikan-siswa-disabilitas/

Sedangkan yang dimaksud dengan Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk penyandang disabilitas berdasarkan kesetaraan. Yang dimaksud dengan modifikasi dan penyesuaian di sini adalah berupa pemberian afirmasi dan fleksibilitas (misal proses pembelajaran, materi pembelajaran).

Pemberian afirmasi, atau sering pula disebut dengan tindakan afirmasi (affirmative action) adalah kebijakan yang diambil dengan tujuan agar kelompok tertentu memperoleh peluang yang setara dengan yang lain di bidang yang sama. Bisa dikatakan bahwa tindakan afirmasi ini adalah kebijakan yang memberikan keistimewaan pada kelompok tertentu, yang dalam pembahasan di sini adalah penyandang disabilitas. Jadi tindakan afirmasi ini adalah merupakan diskriminasi yang positif, karena tanpa tindakan afirmasi maka penyandang disabilitas tidak akan dapat menikmati hak-haknya secara penuh.

Mengenai akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas di bidang pendidikan, telah diatur dalam PP No. 13/2020 tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. PP No. 13/2020 sendiri adalah merupakan salah satu peraturan turunan dari UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Penyediaan akomodasi yang layak di bidang pendidikan ini penting, karena untuk menjamin terselenggaranya dan / atau terfasilitasinya pendidikan untuk siswa dengan disabilitas (difabel anak). Dan penyediaan akomodasi yang layak ini adalah WAJIB dalam penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik penyandang disabilitas, dan Pemerintah wajib untuk memfasilitasi hal ini. Hal ini sesuai dengan amanat dari UU No. 8/2016 pasal 43 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi lembaga penyelenggara pendidikan dalam menyediakan Akomodasi yang Layak.

Bentuk Akomodasi yang Layak

Bentuk akomodasi yang layak ini diberikan berdasarkan ragam disabilitas dari masing-masing peserta didik.

Adapun bentuk akomodasi yang layak bagi peserta didik dengan disabilitas fisik:

  1. ketersediaan aksesibilitas untuk menuju tempat yang lebih tinggi dalam bentuk: bidang miring (ramp), lift dan/atau bentuk lainnya
  2. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi fisik Peserta Didik Penyandang Disabilitas
  3. Fleksibilitas dalam proses pembelajaran
  4. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan;
  5. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran
  6. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi
  7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi
  8. asistensi dalam proses pembelajaran dan evaluas
  9. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas fisik untuk mendapat layanan pendidikan.

Untuk peserta didik dengan disabilitas intelektual, maka bentuk akomodasi yang layak adalah:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi intelektual Peserta Didik Penyandang Disabilitas
  2. fleksibilitas proses pembelajaran
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
  4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/ atau capaian pembelajaran
  5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi
  6. penyesuaian rasio antara jumlah guru/dosen dengan jumlah Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual di kelas
  7. capaian pembelajaran yang ingin dicapai dalam proses pendidikan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual.
  8. penyediaan pengajaran untuk membangun keterampilan hidup sehari-hari, baik keterampilan domestik, keterampilan berinteraksi di masyarakat, maupun di tempat berkarya
  9. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi
  10. fleksibilitas masa studi
  11. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan ruang relaksasi
  12. ijazah dan/atau sertifikat kompetensi yang menginformasikan capaian kemampuan Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual dalam bentuk deskriptif dan angka
  13. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual untuk mendapat layanan pendidikan.

Untuk peserta didik dengan disabilitas mental, maka diperlukan akomodasi yang layak dalam bentuk:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi mental Peserta Didik  
  2. fleksibilitas proses pembelajaran
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
  4. fleksibilitas dalam perluasan kompetensi lulusan dan/ atau capaian pembelajaran
  5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi
  6. fleksibilitas masa studi sesuai dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan keterangan medis
  7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi 
  8. fleksibilitas waktu untuk tidak mengikuti pembelajaran pada saat Peserta Didik Penyandang Disabilitas menjalani proses perawatan mental
  9. mendapatkan materi pembelajaran sebelum proses pembelajaran berlangsung
  10. fleksibilitas posisi duduk dan waktu istirahat saat mengikuti proses pembelajaran
  11. ketersediaan layanan tutorial oleh Pendidik atau Peserta Didik lainnya untuk membantu dalam memahami materi pembelajaran
  12. pemberian bantuan pada saat Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental mengalami kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran
  13. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan/ruang relaksasi
  14. fleksibilitas dalam proses pembelajaran dan evaluasi
  15. fleksibilitas tempat pelaksanaan evaluasi
  16. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental untuk mendapat layanan pendidikan.

Kemudian untuk peserta didik dengan disabilitas netra, diperlukan akomodasi yang layak dalam bentuk:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan  
  2. fleksibilitas proses pembelajaran
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
  4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran
  5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi
  6. penerapan standar laman yang aksesibel dalam penggunaan teknologi, aplikasi, dan peralatan berbasis teknologi baik dalam sistem pendaftaran, administrasi, proses belajar mengajar, maupun evaluasi
  7. penyediaan denah timbul/maket yang menggambarkan lingkungan fisik sekolah Lembaga Penyelenggara Pendidikan
  8. layanan pendampingan untuk orientasi lingkungan fisik sekolah Lembaga Penyelenggara Pendidikan
  9. sosialisasi sistem pembelajaran termasuk sistem layanan perpustakaan di sekolah Lembaga Penyelenggara Pendidikan
  10. penyerahan materi pembelajaran sebelum dimulai kegiatan pembelajaran
  11. penyesuaian format media atau materi pembelajaran serta sumber belajar yang aksesibel
  12. penyesuaian strategi pembelajaran untuk muatan pembelajaran khususnya matematika, fisika, kimia, dan statistik
  13. modifikasi materi pembelajaran, pemberian tugas, dan evaluasi untuk muatan pembelajaran khususnya olah raga, seni rupa, sinematografi, menggambar, dan yang sejenisnya
  14. ketersediaan Pendidik atau alat media yang dapat membacakan tulisan yang disajikan di papan tulis/layar dalam proses belajar di kelas
  15. penyediaan sumber baca, informasi, dan layanan perpustakaan yang mudah diakses
  16. penyesuaian cara, bentuk penyajian, dan waktu pengerjaan tugas dan evaluasi termasuk melalui:

  • penyajian naskah dalam format braille terutama untuk naskah yang banyak menggunakan simbol khusus seperti matematika, kimia, dan bahasa Arab
  • modifikasi penyajian soal yang menampilkan gambar dan bagan dalam bentuk gambar timbul yang telah disederhanakan, deskripsi gambar, atau penggunaan alat peraga
  • penyajian soal ujian dalam bentuk soft copy, yang dioperasikan dan dikerjakan dengan menggunakan komputer bicara yaitu komputer yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layar
  • pembacaan soal ujian oleh petugas pembaca
  • perpanjangan waktu dalam penyelesaian tugas
  • perpanjangan waktu paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan evaluasi yang menggunakan format braille atau dibacakan

 17. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas netra untuk mendapat layanan pendidikan.

Bentuk akomodasi yang layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Disabilitas wicara berupa:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi intelektual Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara
  2. fleksibilitas proses pembelajaran
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
  4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/ atau capaian pembelajaran
  5. komunikasi, informasi, dan/atau instruksi dalam proses pembelajaran dan evaluasi menggunakan cara yang sesuai dengan pilihan masing-masing Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara
  6. pendampingan di kelas baik oleh juru bahasa isyarat maupun oleh juru catat jika Pendidik tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat
  7. fleksibilitas pengerjaan tugas dan evaluasi menggunakan tulisan, presentasi lisan dengan bantuan juru bahasa isyarat, presentasi video, animasi, dan bentuk audio visual lain
  8. fleksibilitas waktu pengerjaan tugas dan evaluasi
  9. modifikasi tugas dan evaluasi pelajaran bahasa asing yang dikonversi dalam bentuk tugas tertulis
  10. fleksibilitas posisi duduk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara dan posisi Pendidik menghadap ke Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara dalam menyampaikan materi pembelajaran
  11. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara untuk mendapat layanan pendidikan. 

Sedangkan untuk peserta didik dengan disabilitas ganda atau multi disediakan dalam bentuk kombinasi dari Akomodasi yang Layak ada sesuai dengan ragam disabilitasnya. 


Selasa, 20 Oktober 2020

Saat Difabel Terkendala untuk Mengikuti Meeting Online

Saat difabel harus melakukan meeting online, banyak sekali 'warna' yang bisa kita lihat. Ada beberapa bahkan tidak sedikit yang mengalami kendala. Kesulitan di sini bukan kesulitan karena aplikasi susah digunakan, sama sekali bukan. Kesulitan yang mereka alami adalah lebih karena pemahaman mereka dan faktor teknis lainnya. 

Inilah yang kami temui saat beberapa waktu lalu bersama CIQAL mengadakan Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas Tentang Infrastruktur di Kabupaten Bantul. Training tersebut dilakukan secara online, via Zoom. Diikuti beberapa penyandang disabilitas (difabel) di Kabupaten Bantul. 

Pada saat sebelum acara dimulai, diketahui bahwa hanya sedikit yang sudah tahu tentang aplikasi Zoom dan hanya sedikit yang pernah melakukan meeting online. Oleh karena itu, sehari sebelumnya, kami ajak teman-teman untuk melakukan uji coba dengan terlebih dahulu melakukan download aplikasi. Uji coba tersebut dimaksudkan agar teman-teman difabel cukup memahami apa yang perlu mereka lakukan saat meeting berlangsung nantinya. Termasuk agar mereka familier dengan fitur-fitur dari Zoom itu sendiri. Dari hasil uji coba tersebut, meski ada berhasil, namun juga ada yang gagal melakukan download. Tampaknya karena RAM kecil. Lalu ada yang berhasil download, tapi kesulitan saat melakukan koneksi; tampaknya faktor koneksi internet di tempat tinggalnya. 

Memang, sejauh yang saya ketahui, banyak dari teman-teman difabel yang androidnya tidak memiliki spek yang cukup untuk bisa mengikuti meeting online. Bagi mereka sudah cukup jika androidnya bisa digunakan untuk WhatsApp dan Facebook. Jadi kebanyakan mereka tidak terlalu memusingkan soal RAM dan sistem android pada handphone mereka. Belum lagi soal koneksi internet, banyak dari mereka tinggal di daerah yang koneksi internetnya tidak terlalu bagus. 

Kembali ke soal meeting online yang kami lakukan. Hal yang menarik dan patut diacungi jempol dari teman-teman difabel Bantul ini adalah semangat mereka untuk mengikuti pelatihan secara online. Semangat mereka untuk maju. Ketiadaan laptop atau android yang memadai serta koneksi internet yang buruk, tidak membuat mereka batal mengikuti kegiatan Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas Tentang Infrastruktur. Mereka bersepakat untuk berkumpul di suatu tempat yang koneksi internetnya bagus. Mereka yang hp-nya tidak bisa akses Zoom, mengikuti training monitoring tersebut dari laptop yang dibawa salah seorang teman panitia yang memang sengaja datang untuk mendampingi mereka. Mereka berkumpul di 1 tempat dengan, tentu saja, berusaha memperhatikan protokol kesehatan. 

Hal yang menyulitkan sekaligus menggelikan adalah pada saat sesi foto bersama. Lumayan susah agar mereka terlihat dalam 1 frame. Dilema antara untuk foto dan menerapkan physical distancing.
Training Monitoring Implementasi SDGs Berperspektif Disabilitas di Kabupaten Bantul via Zoom
Lebih lanjut kehebohan pada saat sesi foto, bisa dilihat videonya di sini.

Sabtu, 17 Oktober 2020

Mengapa Aksesibilitas pada Sebuah Website itu Penting?

Website yang aksesibel adalah website yang mudah diakses oleh semua orang, tanpa kecuali, termasuk difabel.

Difabel sendiri , atau dalam UU no 8/2016 disebut sebagai penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Salah satu hak difabel yang diakui oleh Undang-undang dan juga oleh Konvensi Internasional adalah hak untuk memperoleh informasi. Artinya, difabel tidak boleh dikecualikan dalam mengakses informasi karena kedifabelannya (kedisabilitasannya). Baik informasi yang bersifat offline maupun online (digital).

Namun sayangnya orang dengan disabilitas tertentu, seringkali tidak dapat atau mengalami kesulitan untuk mengakses informasi digital yang biasanya terdapat pada sebuah website. Mereka adalah teman-teman difabel netra, baik yang total blind maupun yang low vision (masih memiliki sisa penglihatan namun tidak mampu untuk membaca tulisan biasa yang berukuran 12 point meski dibantu dengan keca mata sekalipun). 

Kesulitan untuk mengakses website juga dialami oleh orang-orang dengan disleksia yang mengalami kesulitan membaca dan mengeja. Demikian juga dengan orang-orang yang mengalami gangguan konsentrasi seperti Autis dan ADD (Attention Deficit Disorder).

Sebenarnya teman-teman difabel ini akan bisa mengakses website hanya jika website tersebut aksesibel. Maksudnya website tersebut dilengkapi dengan berbagai kemudahan yang memungkinkan orang-orang bisa mengases dengan mudah. Artinya, ada tambahan widget aksesibilitas pada website tersebut. 

Sayangnya masih sedikit website yang dilengkapi aksesibilitas. Contoh website yang dilengkapi aksesibilitas antara lain website PN Sragen, website PN Pariaman, atau website lembaga-lembaga disabilitas seperti CIQAL.

Aksesibilitas pada website CIQAL
Tampilan aksesibilitas pada website CIQAL

Widget aksesibilitas sendiri adalah merupakan fitur tambahan yang ada pada sebuah website yang berfungsi untuk memberikan kemudahan kepada pengunjung agar bisa mengakses website tersebut dan menemukan informasi yang mereka cari dengan mudah.

Fitur-fitur yang ada pada widget aksesibilitas itu antara lain: screean reader, keyboard navigasi, fitur untuk memperbesar teks, fitur dislexia friendly, fitur kontras, highligh link, dan text spacing. Fitur-fitur tersebut berguna untuk mempermudah difabel tertentu dalam mengakses website.

Fitur-fitur pada widget aksesibilitas
Fitur-fitur aksesibilitas Userway

Dan Widget aksesibilitas ini biasanya berupa tombol dengan logo WCAG (Web Content Accessibility Guidelines), atau berupa menu Aksesibilitas, atau berupa lambang orang, atau berupa lambang kursi roda.

Bagi yang menggunakan platform wordpress, sebenarnya ada banyak plugin aksesibilitas yang dapat digunakan, antara lain: WP Accessibility, WP Accessibility Helper (WAH), One Click Accessibility, dan Accessibility by UserWay. Namun sayangnya plugin-plugin tersebut hanya bisa digunakan jika kita menggunakan wordpress yang premium alias berbayar.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya bukan hanya difabel saja yang akan terbantu dengan adanya aksesibilitas pada website tersebut. Namun juga orang-orang dengan kondisi tertentu. Misalnya orang yang mengalami buta warna, dan orang yang lanjut usia yang memiliki fungsi penglihatan yang menurun.

Jadi, adanya aksesibilitas pada sebuah website itu penting, karena aksesibilitas itu berguna untuk memudahkan orang untuk mengakses informasi yang ada di website. Dengan adanya aksesibilitas pada suatu website, menunjukkan bahwa informasi yang ada pada website tersebut memang ditujukan untuk semua orang tanpa kecuali, alias inklusif.

Artinya, website yang aksesibel merupakan merupakan wujud pemenuhan hak atas informasi bagi setiap orang.

Baca juga: Website yang Aksesibel, Wujud Pemenuhan Hak atas Informasi yang Inklusif.

Minggu, 21 Juli 2019

Saat Difabel Ingin Memiliki Pekerjaan Dan Penghasilan

Saat Difabel Ingin Memiliki Pekerjaan Dan Penghasilan. Itu adalah hal yang saya sempat mengganggu pikiran saya beberapa hari ini. Tepatnya setelah saya, bersama beberapa teman, bertemu dan berbicara dengan Lula (bukan nama sebenarnya).

Lula adalah seorang gadis remaja yang baru lulus SMK, difabel/disabilitas, Cerebral Palsy. Tangannya agak lemah sehingga ia kesulitan untuk beraktifitas, bahkan untuk sekedar membuka tutup botol sebuah minuman kemasan. Sedang kakinya juga lemah, namun ia bisa berjalan meski sedikit susah. Saat diajak berbicara pun, Lula tampak agak lambat dalam menjawab obrolan seolah tampak sedang berpikir dulu. Hal itu karena kondisi cerebral palsy-nya. Kondisi di mana perintah dari otak ke saraf motoriknya mengalami gangguan.

Cerebral palsy atau sering disebut lumpuh otak, adalah kelainan neurologis (otak) yang mempengaruhi saraf motorik untuk pergerakan tubuh. Fungsi motorik dan koordinasi otot mengalami masalah secara permanen. 
Ciri cerebral palsy antara lain:
  • Kekakuan otot atau floppiness
  • Kelemahan otot
  • Gerakan tubuh acak dan tidak terkendali
  • Masalah keseimbangan dan koordinasi.


Sebelum bertemu Lula, saya sempat diberi tahu kondisi disabilitasnya yang mengakibatkan ia memiliki hambatan-hambatan tertentu. Namun dia berkeinginan untuk bekerja dan meminta untuk dicarikan pekerjaan. Selain itu, ia juga berjualan secara online. Kata ‘berjualan secara online’ inilah yang membuat saya semangat saat seorang teman mengajak untuk datang ke rumah Lula. Ingin tahu sejauh apa yang sudah ia lakukan dalam berbisnis online (berjualan secara online), namun kenapa masih saja minta dicarikan pekerjaan.

Dari obrolan dengan Lula, akhirnya saya tahu bahwa bisnis online yang selama ini ia jalani adalah sistem dropship. Dropship adalah teknik pemasaran dimana penjual tidak perlu memiliki stok barang, sehingga saat ada order dan menerima pembayaran dari pembeli, ia tinggal memesan kepada suplier untuk mengirimkannya ke alamat pembeli. Dan dropship ini merupakan sistem bisnis yang populer, terutama di era digital/internet saat ini. Dan jujur saja menurut saya, sistem ini sangat cocok untuk Lula.

Selama ini Lula hanya menjalankan via whatsapp. Saat ditanya mengapa tidak berjualan di instagram, facebook atau di marketplace seperti shopee dan tokopedia, jawabnya adalah ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli paket internet, sementara tidak setiap hari orderan itu datang. Lalu obrolan pun berlanjut dengan keluhannya tentang susahnya koneksi internet di tempat tinggalnya *yang membuat saya melongok hp, ternyata memang koneksinya sendlap-sendlup, kadang muncul kadang hilang*. 

Ia mengatakan, "Katanya kalau di tokopedia dan shopee pembayarannya lama". Ya, saya tahu maksudnya, bahwa uang dari pembeli tidak langsung dapat diterima oleh penjual. Dan kekhawatirannya adalah soal uang yang harus diputar. Soal modal. *Di shopee dan tokopedia, memang penjual baru dapat menarik uang hasil penjualan setelah barang diterima oleh pembeli*

Hal itulah yang membuat ia ingin cepat-cepat mencari pekerjaan. Apalagi selama ini dia hanya tinggal bertiga dengan nenek dan ibunya. Neneknya meninggal seminggu sebelum kami bertemu (bahkan saat kami datangpun, suasana duka itu masih terlihat); sedangkan ibunya mengalami gangguan jiwa. Sebenarnya Lula sempat memasukkan lamaran pekerjaan di suatu tempat, tapi karena jarak yang jauh dan kesulitan mobilitas, akhirnya ia tidak melanjutkan proses itu.

Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan bagi orang dengan disabilitas. Karena hal ini bukan hanya soal kapasitas ataupun pendidikan dan ketrampilan serta keahlian khusus, tapi juga soal mobilitas, aksesibilitas dan keamanan di tempat kerja. Dan Lula bukanlah satu-satunya difabel di negeri ini yang menghadapi permasalahan tersebut. Ingin bekerja, mandiri, dan memiliki penghasilan untuk meningkatkan kehidupan ekonominya, namun terhambat karena kedisabilitasannya. *Hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas sendiri sebenarnya sudah diatur secara jelas, selain dalam Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas, juga dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Bahkan juga dalam peraturan-peraturan daerah.*

Kira-kira apa yang bisa kita lakukan, sebagai warga masyarakat, agar Lula bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan sebagaimana orang-orang non difabel?  


Sabtu, 29 Desember 2018

Kado Akhir Tahun 2018: Perda Disabilitas Kota Yogyakarta Disahkan

Perda (Peraturan Daerah) Kota Yogyakarta tentang Pemajuan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas, telah disahkan sore kemarin, Jumat 28 Desember 2018, melalui Rapat Paripurna. Disahkannya Perda ini disambut dengan ucapan syukur dari komunitas disabilitas di Kota Yogyakarta, dan juga bagi FPHPD (Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas). Inilah kado terindah di akhir tahun 2018.



Sejak siang, komunitas disabilitas di Yogyakarta sudah berkumpul di halaman kantor DPRD Kota Yogyakarta, untuk mengawal pengesahan Perda ini. Dimulai dengan orasi dan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Kemudian rombongan berjalan memasuki gedung, untuk mengawal jalannya sidang. Dalam aksi ini juga dilakukan pembagian bunga mawar kepada setiap anggota dewan yang hendak memasuki ruang rapat, dan juga berbagai pihak, sebagai simbol bahwa mereka akan melakukan hal yang terbaik dan mengharumkan Kota Yogyakarta. 





Dan akhirnya, di penghujung sore, Perda yang sudah lama dinanti itu pun disahkan. Akhirnya setelah sekian lama, sejak 2014 berjuang, ada kepastian hukum terkait hak-hak penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta.


Lahirnya Perda Disabilitas di Kota Yogyakarta ini, merupakan inisiasi dari FPHPD yang terdiri dari CIQAL, ILAI, dan MPM PP Muhammadiyah. Perjuangan ini dimulai sejak tahun 2014, yang diawali dengan melakukan berbagai kajian, pengumpulan data, menjaring masukan, workshop, seminar, serta melakukan berbagai macam lobi. Bahkan di saat-saat terakhir sebelum rapat partipurna pun, tak hentinya FPHPD melakukan lobi. Dan tentu saja, dalam segala proses ini, melibatkan komunitas-komunitas disabilitas di Kota Yogyakarta, karena hanya penyandang disabilitas lah yang paling tahu akan kebutuhan mereka.

Dalam press release nya, FPHPD memberikan apresiasi kepada DPRD Kota Yogyakarta. FPHPD juga mengusulkan agar setelah berlakunya Perda, DPRD Kota Yogyakarta dapat membentuk Tim Pengawas Pelaksanaan Perda untuk memastikan pelaksanaan Perda  secara efektif. Jangan sampai Perda hanya menjadi 'macan ompong'. Press release FPHPD selengkapnya bisa dibaca di sini

Semoga apa yang sudah diatur dalam Perda Kota Yogyakarta tentang Pemajuan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas ini benar-benar dapat dilaksanakan sehingga hak-hak penyandang disabilitas benar-benar terjamin dan terpenuhi.

(Penulis adalah Staf Program CIQAL)






x

Senin, 11 Desember 2017

Tentang Polio (Poliomyelitis)

Setelah sekian lama, akhirnya saya memiliki kesempatan kembali menulis postingan. Kali ini saya menulis tentang polio, sebuah penyakit yang menyebabkan saya terperangkap menjadi seorang difabel seumur hidup. Penyakit yang menyebabkan saya mengalami keterbatasan gerak hingga membutuhkan alat bantu berupa brace, canadian, dan kadang kursi roda.
Saya menulis ini karena ternyata masih banyak orang yang tidak tahu tentang polio. Banyak dari mereka yang beranggapan salah tentang polio. Banyak yang beranggapan bahwa penyebab polio adalah panas/demam dan suntikan. Bahkan ibu saya sendiri pun masih beranggapan bahwa ‘panas’ lah yang menyebabkan saya seperti ini. Atau kadang beliau beranggapan bahwa kaki saya mengecil sebelah karena disuntik. Bahkan karena anggapan tersebut sampai sekarang ibu saya selalu takut dengan jarum suntik. Padahal yang sebenarnya ‘panas/demam’ adalah salah satu gejala seseorang terjangkit polio. Sedangkan mengenai suntik, sampai sekarang saya googling, masih belum/tidak menemukan fakta ilmiah bahwa suntikan adalah penyebab dari polio.  
Sebenarnya banyak sekali situs yang memberikan informasi tentang polio, termasuk situsnya WHO, Mayoclinic, Alodokter dan juga Wikipedia.
Polio (poliomyelitis) adalah penyakit yang disebabkan virus polio (PV). Sebuah penyakit yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi difabel/disabilitas. Virus polio mudah menular dan menyerang sistem saraf. Bahkan pada kasus tertentu bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.
Virus polio ditularkan melalui makanan/minuman yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung virus polio. Dalam tubuh manusia, virus polio menjangkiti tenggorokan dan usus. Selain itu, virus polio juga bisa menyebar melalui tetesan cairan yang keluar saat penderitanya batuk atau bersin. Dalam beberapa kondisi, infeksi virus ini dapat menyebar ke aliran darah dan menyerang sistem saraf.
Polio sendiri ada 2 jenis, yakni polio non-paralisis dan polio paralisis. Polio non-paralisis termasuk jenis polio yang ringan dan tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejala-gejala polio non-paralisis antara lain: muntah, lemah otot, demam meningitis, merasa letih, sakit tenggorokan, sakit kepala, serta kaki, tangan, leher dan punggung terasa kaku dan sakit. Gejala ini berlangsung selama 1 hingga 10 hari.
Polio paralisis adalah polio yang berat karena dapat menyebabkan kelumpuhan. Gejala awal polio paralisis sering kali sama dengan polio non-paralisis, seperti sakit kepala dan demam. Gejala polio paralisis biasanya terjadi dalam jangka waktu seminggu, di antaranya adalah sakit atau lemah otot yang serius, kaki dan lengan terasa terkulai atau lemah, dan kehilangan refleks tubuh.
Beberapa penderita polio paralisis bisa mengalami kelumpuhan dengan sangat cepat atau bahkan dalam hitungan jam saja setelah terinfeksi. Polio paralisis sendiri terbagi menjadi polio spinal dan polio bulbar. Pada polio spinal, virus polio menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengkontrol gerak fisik. Sedangkan pada polio Bulbar, yang diserang adalah batang otak yang di dalamya terdapat saraf motorik yang mengatur pernafasan.
Indonesia telah dinyatakan sebagai negara yang bebas dari polio sejak awal tahun 2014, oleh WHO (World Health Organization). Namun demikian hal tersebut tidak menutup kemungkinan polio bisa menyerang lagi mengingat penyakit ini termasuk menular, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa daya tahan tubuh seseorang berpengaruh di dalamnya. Namun hal yang paling penting untuk diingat adalah bahwa polio tidak bisa disembuhkan dan tidak ada obatnya. Satu-satunya cara menangkal polio adalah dengan melakukan pencegahan melalui vaksinasi polio.