Bulan Juni 2023 kemarin, saya bersama teman-teman jaringan disabilitas di DIY terlibat dalam beberapa kali pembahasan rancangan peraturan gubernur (rapergub) DIY tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
pembahasan Rapergub Pelaksana Perda Disabilitas DIY, 9 Juni2023 (foto koleksi pribadi) |
Ada banyak hal yang kami cermati dalam dalam beberapa kali
pembahasan draft rapergub ini, termasuk tentu saja berkaitan dengan konten.
Namun yang menarik perhatian dan menimbulkan pro-kontra di pembahasan tanggal 9 Juni 2023 adalah bahwa semua
ketentuan yang diamanatkan Perda DIY No. 5 Tahun 2022, hendak diatur jadi satu
dalam rapergub ini. Artinya, ini di-onnibus law-kan.
Omnibus Law sendiri adalah suatu metode atau
konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi
pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Sementara itu, jika dicermati kembali pendelegasian yang
diamanatkan Perda DIY Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Penghormatan,
Pelindungan, Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, adalah sebagai berikut:
- Pasal
8 ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan bantuan hukum bagi penyandang disabilitas sebagai dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Gubernur.
- Pasal
12 ayat (7): Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme jaminan pendidikan
khusus bagi anak penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f, Unit Layanan Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
fasilitasi penyediaan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), dan fasilitasi pemberian insentif bagi pendidik dan
tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan
Gubernur.
- Pasal
34 ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan kesehatan bagi penyandang disabilitas diatur dalam Peraturan Gubernur.
- Pasal
76 ayat (2): Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan operasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. --Yang dimaksud
dalam ayat ini adalah kebijakan standar operasi dan prosedur evakuasi serta
penyelamatan pada situasi darurat yang memberikan Pelindungan khusus bagi
Penyandang Disabilitas.--
- Pasal
103 ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur.
- Pasal
105 ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Berdasarkan UU No. 12 Nomor 2011 sebagaimana diubah dengan UU No. 15
Nomor 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Lampiran 2 butir
205, penggunaan frasa "diatur dalam" memberikan arti bahwa beberapa
peraturan turunan dari sebuah produk hukum bisa dimasukkan ke satu peraturan
pelaksana. Sedangkan penggunaan frasa "diatur dengan" maka berarti
peraturan turunan harus diatur secara khusus dalam satu peraturan pelaksana.
Ini berarti, bahwa sebenarnya dari amanat Perda No. 5 Tahun
2022 tersebut bisa dibentuk lebih dari 1 pergub sebagai peraturan pelaksana.
Bisa 3 pergub. Namun semangat omnibus law kemudian menjadi jawaban saat ditanya
kenapa dijadikan 1 pergub. -- Saya jadi
ingat, saat 2 tahun ke belakang terlibat dalam pembahasan raperda di kabupaten
Gunungkidul, istilah ‘semangat atau metode omnibus law’ seringkali saya
dengar. Apakah ini berarti bahwa dalam
pembentukan produk hukum daerah saat ini mengedepankan metode omnibus law? –
Terlepas dari apakah diatur dalam 1 pergub atau lebih, menurut
saya, yang terpenting adalah bahwa materi yang diatur dalam pergub ini
benar-benar dapat dilaksanakan untuk melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang
disabilitas. Juga materi yang diamanatkan perda benar-benar diatur dalam
peraturan pelaksaan ini. Jangan sampai, hal yang seharusnya diatur, malah tidak diatur.
Pembahasan Rapergub Pelaksana Perda Disabilitas DIY, 9 Juni2023 (foto koleksi pribadi) |
Hal penting lainnya adalah, bahwa dalam setiap pembahasan benar-benar melibatkan penyandang disabilitas. Jangan sampai, pelibatan hanya di awal, tapi di akhir tidak dilibatkan dan kemudian tiba-tiba diundangkan saja. Pelibatan ini juga harus diimbangi dengan penyediaan akomodasi yang layak, contohnya, penyediaan juru bahasa isyarat. Ingat, nothing about us without us.